TUGAS
SOFTSKILL
ASPEK
HUKUM DALAM EKONOMI
“KREDIT
MACET”
Disusun oleh :
NAMA : DEBY DEBORA SIANIPAR
NPM :
21211790
KELAS : 2EB26
FAKULTAS EKONOMI
S1-AKUNTANSI
UNIVERSITAS GUNADARMA
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa akhirnya saya dapat
menyelesaikan
tugas membuat makalah berjudul “Kredit
Macet”. Makalah ini dibuat untuk melatih sejauh mana diri saya mampu
menyampaikan pemikiran-pemikiran tentang ilmu pengantar manajemen sebagai salah
satu mata kuliah terpenting di semester ini. Terbatasnya pengetahuan dan
sempitnya waktu yang diberikankepada penulis, mungkin telah menjadikan makalah
ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata,
semoga isi makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan juga pembaca.
Terimakasih.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...........................................................
DAFTAR ISI ..........................................................................
BAB I PENDAHULUAN .....................................................
1 Latar
Belakang
.......................................................................
2 Tujuan
..................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ......................................................
1.
Pengertian Kredit Macet
..............................................................
2.Pengertian
Kredit Mas............................................................
3.Penyebab
Kredit Macet .........................................................
4.Penyelamatan
dan penyelesaian kredit macet……..……………...................
5.Aspek-aspek
Hukum dalam Kredit Macet................................
BAB III PENUTUP…..……………....................................
1.Kesimpulan............................................................................
BAB IV DAFTAR PUSTAKA………………………...….
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sesuai
dengan penjelasan Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan,
ditegaskan bahwa :“Kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko, sehingga
dalam pelaksanaannya bank harus dapat memperhatikan asas-asas perkreditan yang
sehat.”Agar pemberian kredit dapat dilaksanakan secara konsisten dan
berdasarkan asas perkreditan yang sehat, maka setiap bank diwajibkan membuat
suatu kebijakan perkreditan secara tertulis yang dapat dipergunakan sebagai
pedoman dalam pemberian kredit sehari-hari.Dalam SK Direksi Bank Indonesia No.
27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 ditetapkan bahwa dalam pemberian kredit
tersebut sekurang-kurangnya memuat dan mengatur hal-hal pokok sebagai berikut :
1. Prinsip kehati-hatian dalam perkreditan,
2. Organisasi dan manajemen
perkreditan
3. Kebijaksanaan persetujuan
pemberian kredit
4. Dokumentasi dan administrasi
kredit
5. Pengawasan kredit
6. Penyelesaian kredit
bermasalah
Dalam
pelaksanaan pemberian kredit dan pengelolaan perkreditannya, bank wajib
mematuhi kebijaksanaan perkreditan yang telah dibuat tersebut secara konsekuen
dan konsisten.
Kebijaksanaan perkreditan
tersebut sudah diterapkan dan dilaksanakan sejak tanggal 1 januari 1996. Bagi
Bank yang telah mempunyai pedoman tersebut dengan memperhatikan semua
aspek-aspek tersebut di atas. Sedangkan bagi Bank yang baru memperoleh izin
usaha wajib memiliki dan menerapkan serta melaksanakan kebijaksanaan
perkreditan sejak memulai melakukan kegiatan usahanya. Apabila dalam pelaksanaannya
ternyata bank memberikan kredit tidak sesuai dengan kebijaksanaan perkreditan
yang telah ditetapkannya, maka Bank Indonesia akan memberikan sanksi yang
mempengaruhi penilaian kesehatan bank dan sanksi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pedoman tersebut wajib dibuat
mengingat bahwa sesuai dengan pengertian kredit, maka lingkup pemberian kredit
mencakup banyak aspek dan mengandung resiko yang bervariasi, baik langsung
maupun tidak langsung.
B. Pembatasan Masalah
Dari banyaknya permasalahan
kredit bank, menurut ketentuan Bank Indonesia kredit dapat digolongkan menjadi
3 yaitu :
1.
Kurang lancar (KL),
2.
Diragukan (D),
3. Macet
(M).
Dari ketiga permasalahan kredit
tersebut, penulis membatasi pada permasalahan kredit yang menyangkut kredit
macet.
B.
Tujuan Makalah
Makalah ini
bertujuan untuk mengetahui hal-hal yang menjadi penyebab terjadinya kredit
macet atas suatu pemberian kredit oleh bank, untuk mengetahui aspek hukum
pidana atas suatu kredit macet dan manfaatnya dalam upaya penyelesaian kredit
macet tersebut.
II. PEMBAHASAN
1. Pengertian Kredit
Berdasarkan
undang – undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1992
tentang perbankan, yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dapat disamakan, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antar bank dengan pihak lain yaitu mewajibkan pihak peminjaman untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kredit macet termasuk tindak pidana
korupsi . Pengamat hukum memiliki sudut pandang berbeda saat merumuskan kasus
perjanjian kredit perbankan. Djoko Sarwoko SH MH berpendapat, kredit macet
merupakan tindak pidana korupsi.
Sedangkan,
Prof Tan Kamelo menggolongkannya sebagai perdata. Mereka menyampaikan hal itu
saat tampil sebagai narasumber pada seminar publik bertema:
“Kriminalisasi Perjanjian Kredit” di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
(USU), kemarin. Hadir pada acara itu, PR-IV USU Prof Ningrum Natasya
Sirait, Dekan FH Prof Runtung Sitepu, para guru besar, hakim, advokat, jaksa
dan mahasiswa S3 USU.
Praktisi
hukum Djoko Sarwoko mengatakan, kredit macet yang mengakibatkan kerugian
keuangan negara merupakan perbuatan tindak pidana korupsi. "Begitu terjadi
kredit macet dan pihak bank tidak bisa melakukan eksekusi perdata karena
jaminannya fiktif, perbuatan itu masuk ranah korupsi,” kata mantan Hakim Agung
itu.
Bahkan,
lanjut Sarwoko, MA dalam putusannya No 2477 K/Pid/1988 tanggal 20 Maret 1993
menyatakan, dalam pertimbangannya telah menetapkan kaidah hukum, kasus kredit
macet pada bank yang sebagian atau seluruh atau sebagian modalnya dari negara
adalah tindak pidana korupsi.
Sementara
itu, pengamat Hukum Perdata USU Prof Tan Kamelo berpendapat, masalah kredit
macet adalah persoalan perdata. Menurutnya, penanganan kasus kredit macet yang
hanya semata-mata dipandang sebagai suatu manifes perbuatan korupsi sebagaimana
diatur dalam Pasal 2 dan 3 UU No 31 Tahun 1999, dapat menimbulkan implikasi
pada rusaknya law enforcement dan kepastianhukum di republik ini.
2. Pengertian Kredit Bermasalah
Kredit
bermasalah adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar
sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah
diperjanjikan.
3. Penyebab Kredit Macet
a. Error
Omission (EO)
Timbulnya kredit macet yang
ditimbulkan oleh adanya unsur kesengajaan untuk melanggar kebijakan dan
prosedur yang telah ditetapkan.
b. Error
Commusion
Timbulnya kredit macet karena
memanfaatkan lemahnya peraturan atau ketentuan yaitu memang belum ada atau
sudah ada, tetapi tidak jelas. Kredit-kredit yang disalurkannya jika banyak
yang macet akan menimbulkan kerugian yang besar. Kerugian yang besar ini akan menghambat
operasi perusahaan. Dan supaya kegiatan perbankan tidak terganggu, maka nanti
Pemerintah juga yang harus member injeksi modal. Artinya, rakyat juga yang
harus menanggung beban yang ditimbulkan oleh kredit macet itu. Selain itu,
bank-bank Pemerintah hingga kini masih dominan dalam jumlah asset terhadap
keseluruhan aset perbankan nasional.
Biasanya di saat kredit macet terjadi dan dilakukan pemeriksaan, maka
persoalannya tidak akan lepas dari EO dan EC atau bahkan karena dua-duanya.
Berdasarkan pengalaman kasus-kasus perbankan nasional yang berkaitan dengan
kredit macet menimbulkan semacam persepsi yang cenderung menjadi suatu “mitos”
yang masih dianut, antara lain adalah :
1). Bahwa bank tidak mengalami kerugian akibat resiko kredit. Atas
pemahaman ini, maka merupakan kesalahan sekaligus “kejahatan” besar apabila
pada sebuah bank tercatat adanya kredit macet. Padahal risiko kredit jelas
merupakan risiko yang selalu ada dan tidak bisa dihindari.
2). Dalam setiap kasus kredit macet, maka selalu diartikan itu karena
terjadi kolusi dan atau korupsi apakah oleh pihak oknum bank ataupun oknum
nasabahnya. Hal tersebut bisa saja terjadi, tetapi tidak semua kredit macet
karena kolusi dan korupsi.
3). Dalam setiap penanganan kredit macet selalu mengutamakan pendekatan
“sapu jagat” di mana going concern baik bank dan perusahaannya menjadi
diabaikan. Kalau kredit macet itu karena ulah oknumnya, maka bukan berarti bank
ataupun perusahaannya harus dimatiin. Bank yang tercemar akan menimbulkan efek domino
berupa terjadi krisis kepercayaaan terhadap industry perbankan. Efek domino itu
sering negative melalui pencairan dana dan melarikannya ke luar negeri.
4). Ada kecenderungan kajian atas kredit macet mengabaikan term of
reference masa lalu. Kredit yang diputus tahun 2000, misalnya, dan kemudian
macet tahun 2004, maka berusahalah dikaji atasdasar term of reference pada
tahun 2000. Misalnya, hal-hal yang berkaitan dengan asumsi. Dengan pedekatan
term of reference, biasanya akan diketehui apakah redit macet itu karena error
omission atau error commission. Jadi kesalahannya bias saja bukan pada dasar keputusannya,
tetapi karena masalah monitoring dan pembinaan bank terhadap nasabahnya.
Sama-sama salah, tetapi esensi- nya menjadi lebih jelas dan memudahkan
menemukan siapa yang bertanggung jawab, bukan siapa yang dipersalahkan.
Harusnya kalau kredit macet itu
terbukti memang karena oknumnya yang salah, maka segera saja proses secara hokum
terhadap oknumnnya. Itu pun dengan tetap menjaga asa praduga tak bersalah.
Adalah sangat bijak kalau bank dan perusahaannya bisa dibiarkan berjalan terus
apakah oleh manajemen baru atau kalau perlu ditunjuk dari kalangan professional
atas dasar penugasan dari Negara. Sebab sangatlah tidak tepat dan bijaksana kalau
perusahaannya harus ditutup di mana para pekerjanya yang sama sekali tidak
bersalah akan ikut menjadi korbannya.
4. Penyelamatan
dan Penyelesaian Kredit Macet
Apabila sampai terjadi kredit
bermasalah, maka harus melakukan upaya-upaya dalam mengatasi kredit bermasalah
sampai tidak ada alternative lainnya, serta melakukan penghapusan kredit dan pengelolaan
kredit yaitu telah dihapus bukukan.
Penyelamatan kredit bermasalah tersebut dilakukan dengan cara :
a. Penjadwalan kembali (Rescheduling), yaitu perubahan syarat kredit
yang hanya menyangkut jadwal
pembayaran dan atau jangka waktunya.
b. Persyaratan kembali (Reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau
seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal
pembayaran, jangka waktu dan atau persyaratan lainnya, sepanjang tidak
menyangkut maksimum saldo kredit.
c. Penataan kembali (Restructuring), yaitu perubahan syarat-syarat
kredit yang meliputi reschedulling, reconditioning.
Penyelesaian kredit macet:
a. Penyelesaian
kredit bermasalah secara damai.
Sangsi disepakati bersama oleh semua pihak
yang terlibat.
b. Penyelasaian
kredit bermasalah secara saluran hukum.
Sangsi
dikenakan sesuai hukum yang berlaku.
5. Aspek
Hukum Dalam Penyelesaian Kredit Bermasalah
Lingkup Bahasan:
Ø
Akan dijelaskan aspek hukum yang perlu
diperhatikan pada saat:
1. Pembahasan
permohonan kredit
2. Persetujuan
kredit
3. Supervisi
kredit / masa komersial
4. Kredit
menjadi bermasalah
Ø
Akan dijelaskan aspek hukum yang perlu
diperhatikan pada saat:
1. Eksekusi
agunan a/d pemberian jaminan dan kuasa
2. Pelaksanaan
penagihan cessie
3. Eksekusi
/ pencairan gadai
4. Eksekusi
borgtocth
5. Eksekusi
agunan yang diikat fiducia
6. Proses
penanganan kredit macet melalui DJPLN
7. Penyelesaian
kredit macet melalui pengadilan
8. Penyelesaian
kredit macet melalui penjualan saham
9. Bagan
penyelesaian aset debitur
10.
Proses beperkara
I. ASPEK
HUKUM SAAT PEMBAHASAN
1. Syarat-syarat
sahnya persetujuan (pasal 1320 KUH Perdata)
a. Sepakat
b. Kecakapan
c. Hal
tertentu
d. Sebab yang halal
2. Akta:
a. Surat
yang ditandatangani
b. Memuat
suatu peristiwa atau pernyataan
c. Yang
menjadi dasar hak atau perikatan
d. Dibuat dengan
sengaja untuk pembuktian
3. Otentik
a. Akta otentik
b. Akta dibawah tangan
4. Agunan
a. Agunan/jaminan
kredit
b. Kebendaan
c. Personal/pribadi
perorangan
d. Perusahaan
5. Pengikatan
a. Hak tanggungan
b. Hipotik
c. Fiducia
d. Gadai
e. Jaminan pribadi
f. Jaminan perusahaan
6. Prinsip
kehati-hatian
a. Umum
i. Informasi yang
cukup dan memadai
ii. Analisa
yang mendalam prinsi 5C
iii. Jumlah
kredit yang tepat sesuai kebutuhan
iv. Diberikan tepat
waktu
v. Diawasi
agar penggunaannya sesuai rencana dan tujuan yang disepakati
b. Khusus,
hindari pemberian kredit untuk
i.Tujuan spekulasi
ii. Atas
dasar informasi tidak lengkap
iii. Kredit yang
memerlukan keahlian khusus
iv. Kredit
untuk nasabah yang bermasalah di bank lain
v. Kredit
untuk bayar tunggakan pokok dan atau bunga
vi. Melanggar
ketentuan BMPK
II. ASPEK
HUKUM SAAT KREDIT DISETUJUI
1. Pemenuhan
kelengkapan syarat penarikan
2. Penarikan
kredit atas dasar prinsip payment against documents
3. Ketaatan
penggunaan dana kredit sesuai dengan tujuannya
4. Ketaatan
atas ketentuan sumber dan jadwal realisasi biaya proyek
5. Ketaatan
atas pelaksanaan rencana dan jadwal penyelesaian proyek
6. Ketaatan
pemenuhan ketentuan dan syarat perjanjian kredit
III. ASPEK
HUKUM PADA SAAT MASA KOMERSIAL
1. Ketaatan
pemenuhan ketentuan dan syarat-syarat perjanjian kredit
2. Hubungan
hukum dengan pihak terkait dan atau group
3. Problem
yuridis yang terjadi
4. Upaya
penyelamatan dan penyelesaian kredit
IV. ASPEK
HUKUM PADA SAAT KREDIT MENJADI BERMASALAH
1. Penyelesaian hukum
melalui Non Litigasi
Diselesaikan
atas upaya bank sendiri oleh unit kerja yang ada di bank bersama pihak ketiga
(akuntan, konsultan atau lembaga lain yang kredibel)
a. Penelitian
atas Perjanjian Kredit yang ada
I.
Notaria l, legalisasi, warmarking atau dibawah
tangan
II.
Pemenuhan syarat kredit
a) Syarat
tanda tangan dan atau efektif PK apakah sudah dipenuhi dengan baik?
1. Membuka
rekening di bank kreditur
2. Membayar
biaya provisi atau commitment fee atau biaya notaries
3. Surat
kuasa menandatangani PK sesuai akta perusahaan, bila yang menandatangani hanya direksi
4.
Surat kuasa
b) Syarat
penarikan kredit PK apakah sudah dipenuhi dengan baik?
a.
Pemeriksaan atas barang agunan
b.
Periksa permasalahan kronologis dari koresponden
yang ada
c. Periksa
nota-nota tagihan dan riwayat pembayaran apa yang sudah sesuai
d. Periksa
posisi baki debet terakhir (pokok, tunggakan dan biaya/ongkos)
e. Inventarisasi
perbedaan-perbedaan yang muncul/ada diantara debitur dengan bank
f. Lakukan
negosiasi dengan debitur atas perbedaan-perbedaan
g.
Teknik eksekusi barang agunan
2. Penyelesaian hukum
melalui Litigasi
Diselesaikan
melalui lembaga pengadilan
III. PENUTUP
Kesimpulan :
Adanya kredit bermasalah
tersebut akan menyebabkan menurunnya pendapatan bank, selanjutnya memungkinkan terjadinya
penurunan laba. Kredit bermasalah dapat dilakukan secara sistematis dengan
mengembangkan system “pengenalan diri” yang berupa suatu daftar kejadian atau
gejala yaitu diperkirakan dapat menyebabkan suatu pinjaman berkembang menjadi
kredit bermasalah. Dengan deteksi dan pengenalan diri akan sangat penting untuk
mengantisipasi kemungkinan masalah yang timbul, baik secara individual maupun
secara portofolio kredit dan menyusun rencana serta mengambil langkah sebelum
masalah benar-benar terjadi. Bahwa kredit macet juga termasuk korupsi. Dan
banyaknya aspek-aspek hukum yang ada dalam kredit macet makalah tersebut.
IV. DAFTAR PUSTAK
1.WWW. Kompas.com –
cetak/0505/27/financial/60.htm-46k Mudrajad Kuncoro dan Sukardjono, Manajemen
Perbankan teori dan Aplikasi. BPFE, 2002, Yogyakarta.
2. A.totok Budi Santoso, Sigit Triandari, Y. Sri
Susilo. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Penerbit salemba Empat, 2000, Jakarta. 3.http://harianandalas.com/Ekonomi/Kredit-Macet-Termasuk-Tindak-Pidana-Korupsi
terimakasih artikelnya sangat menarik.mantap bener .
ReplyDelete