Tuesday, December 3, 2013

Tulisan : "Tentang Catatan Kaki"

Catatan Kaki 

Catatan kaki adalah daftar keterangan khusus yang ditulis di bagian bawah setiap lembaran atau akhir bab karangan ilmiah. Catatan kaki biasa digunakan untuk memberikan keterangan dan komentar, menjelaskan sumber kutipan atau sebagai pedoman penyusunan daftar bacaan/bibliografi.


Sistematis Catatan Kaki :
  1. Ct belas karakter dari margin kiri dan berjarak empat spasi dari teks.
  2. Catatan kaki diketik berspasi satu.
  3. Diberi nomor.
  4. Nomor catatan kaki diketik dengan jarak enam karakter dari margin kiri.
  5. Jika catatan kakinya lebih dari satu baris maka baris kedua dan selanjutnya dimulai seperti margin teks biasa (tepat pada margin kiri).
  6. Jika catatan kakinya lebih dari satu maka jarak antara satu catatan dengan catatan yang lainnya adalah sama dengan jarak spasi teks.
  7. Jarak baris terakhir catatan kaki tetap 3 cm dari pinggir kertas bagian bawah.
  8. Keterangan yang panjang tidak boleh dilangkaukan ke halaman berikutnya. Lebih baik potong tulisan asli daripada memotong catatan kaki.
  9. Jika keterangan yang sama menjadi berurutan (misalnya keterangan nomor 2 sama dengan nomor 3, cukup tuliskan kata ibid daripada mengulang-ulang keterangan catatan kaki.
  10. Jika ada keterangan yang sama tapi tidak berurutan, berikan keterangan op.cit., lih [x] [x] merupakan nomor keterangan sebelumnya.
  11. Jika keterangan seperti opcit tetapi isinya keterangan tentang artikel, gunakan loc.cit.
  12. Untuk keterangan mengenai referensi artikel atau buku tertentu, penulisannya mirip daftar pustaka, tetapi nama pengarang tidak dibalik.


Contoh : Satu referensi dan satu catatan kaki

Menurut ilmuwan, Matahari adalah sangat besar<ref>Miller, E: "Matahari", halaman 23. Academic
Press, 2005</ref>. Tetapi, bulan tidak terlalu besar.<ref>Smith, R: "Ukuran Bulan", ''Jurnal Ilmuwan'', 46(78):46</ref>


Tugas Softskill 3 : "Tentang Perpajakan dan Catatan Kaki"

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

A. Pajak Penghasilan Pasal 21
Adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.
B. Pemotong PPh Pasal 21
  1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan.
  2. Bendahara pemerintah baik Pusat maupun Daerah
  3. Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dan badan-badan lainnya;
  4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain kepada jasa tenaga ahli, orang pribadi dengan status subjek pajak luar negeri, peserta pendidikan, pelatihan dan magang;
  5. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan;
C. Penerima Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21
  1. Pegawai;
  2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;
  3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi:
    1. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris;
    2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati,pemain drama, penari, pemahat, pelukis dan seniman lainnya;
    3. olahragawan;
    4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator,
    5. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
    6. pemberi jasa dalam segala bidang, termasuk teknik, computer dan system aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial, serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
    7. agen iklan;
    8. pengawas atau pengelola proyek;
    9. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
    10. petugas penjaja barang dagangan;
    11. petugas dinas luar asuransi;
    12. distributor multilevel marketing atau direct selling;dan kegiatan sejenisnya.
  4. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaanya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi :
    1. peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
    2. peserta rapat, konferensi, siding, pertemuan, atau kunjungan kerja;
    3. peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;
    4. peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;
    5. peserta kegiatan lainnya.
D. Penerima Penghasilan Yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21
  1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat :
    1. bukan Warga Negara Indonesia; dan
    2. di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
  2. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan sepanjang bukan Warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.
E. Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21
  1. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur;
  2. penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
  3. penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis;
  4. penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
  5. imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenis dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;
  6. imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.
F. Penghasilan Yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21
  1. pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan,asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
  2. penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).
  3. iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;
  4. zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah;
  5. Beasiswa yang diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari Wajib Pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan formal/nonformal yang terstruktur baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Lain-Lain
  1. Pemotong PPh Pasal 21 dan Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 wajib mendaftarkan diri ke kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
  2. Pegawai, penerima pensiun berkala, serta bukan pegawai yang menerima penghasilan dari pemotong PPh Pasal 21 secara berkesinambungan dalam 1 (satu) tahun kalender wajib membuat surat pernyataan yang berisi jumlah tanggungan keluarga pada awal tahun kalender atau pada saat mulai menjadi Subjek Pajak dalam negeri sebagai dasar penentuan PTKP dan wajib menyerahkannya kepada Pemotong Pajak saat mulai bekerja atau mulai pensiun;
  3. Dalam hal terjadi perubahan tanggungan keluarga, pegawai, penerima pensiun berkala dan bukan pegawai yang menerima penghasilan dari pemotong PPh Pasal 21 secara berkesinambungan dalam 1 (satu) tahun kalender wajib membuat surat pernyataan baru dan menyerahkannya kepada pemotong PPh Pasal 21 paling lama sebelum mulai tahun kalender berikutnya;
  4. Pemotong PPh Pasal 21 wajib membuat dan memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 kepada penerima penghasilan yang dipotong pajak;
Catatan :
PPh pasal 21dipotong atas penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPDN), yaitu WNI dan WNA yang tinggal di Indonesia > 183 hari. Sedangkan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Luar Negeri (WPLN) dipotong PPh Pasal 26


G. Objek Pajak 

1. Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan biaya jabatan, iuran pensiun termasuk iuran Tabungan Hari Tua/Tunjangan Hari Tua (THT) (kecuali iuran Tabungan Hari Tua/THT pegawai negeri sipil/anggota ABRI/pejabat negara), dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).  
Lihat Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 361/KMK.04/1998, untuk melihat besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Lihat Keputusan Dirjen Pajak Nomor : KEP-172/PJ/1999, untuk melihat besarnya Biaya Jabatan dan Iuran Pensiun 

2.  Mantan Pegawai yang menerima Jasa Produksi, Tantiem, Gratifikasi dan Bonus
    Tarif yang digunakan sama dengan tarif untuk pegawai tetap dikalikan dengan penghasilan bruto.

3.  Pensiunan dan Penerima Pembayaran berkala lainnya
    a. Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun dan PTKP
    b. Lihat Keputusan Dirjen Pajak Nomor : KEP-172/PJ/1999, untuk melihat besarnya  Iuran Pensiun.
    c. PTKP sama dengan PTKP untuk pegawai tetap.
   d. Tarif yang digunakan sama dengan tarif untuk pegawai tetap.

4. Pegawai harian / Mingguan
a. upah/uang saku harian adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar jumlah hari kerja;
b. upah mingguan adalah upah yang terutang atau dibayarkan secara mingguan;

Tarif sebesar 10% diterapkan atas upah harian, upah mingguan, dan uang saku harian yang jumlahnya melebihi Rp 14.400,00 tetapi tidak melebihi Rp 144.000,00 dalam satu bulan takwim dan atau tidak dibayarkan secara bulanan.
Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp 144.000,00 maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP yang sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi dengan 360.

5. Pegawai Satuan
upah satuan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar banyaknya satuan yang dihasilkan;
Tarif sebesar 10% diterapkan atas upah satuan yang jumlahnya melebihi Rp 14.400,00 tetapi tidak melebihi Rp 144.000,00 dalam satu bulan takwim dan atau tidak dibayarkan secara bulanan.
Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp 144.000,00 maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP yang sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi dengan 360.

6. Pegawai Borongan
upah borongan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar penyelesaian pekerjaan tertentu.
Tarif sebesar 10% diterapkan upah borongan yang jumlahnya melebihi Rp 14.400,00 tetapi tidak melebihi Rp 144.000,00 dalam satu bulan takwim dan atau tidak dibayarkan secara bulanan.
Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp 144.000,00 maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP yang sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi dengan 360.

7. Pegawai Honorer,Pegawai Tidak Tetap,Magang
a. Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan PTKP.
b. PTKP sama dengan PTKP untuk pegawai tetap.
c. Tarif yang digunakan sama dengan tarif untuk pegawai tetap.
  
8.     Penerima Honorarium
a. honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain dengan nama apapun sebagai imbalan atas jasa atau kegiatan yang jumlahnya dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan yang diberikan;
b. honorarium yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama;
c. Tarif yang digunakan sama dengan tarif untuk pegawai tetap dikalikan dengan penghasilan bruto.
Lihat Keputusan Dirjen Pajak Nomor : KEP-235/PJ/1999

9. Penghasilan yg diterima atau diperoleh sehubungan dengan kegiatan Multilevel Marketing
  1. Penghasilan kena pajak yaitu penghasilan bruto dikurangi PTKP
  2. Tarif yang digunakan sama dengan tarif untuk pegawai tetap dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak
  3. Lihat Keputusan Dirjen Pajak Nomor : KEP-235/PJ/1999
10.  Pegawai dengan status Wajib Pajak Luar Negeri
  20 % x Jumlah Bruto (pasal 21/26)

11.  Penerima Imbalan Jasa (Orang Pribadi)
a. Tarif yang digunakan adalah sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto yang dibayarkan atau terutang.
b. Perkiraan penghasilan neto adalah sebesar 40 % dari penghasilan bruto berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun.


H. PPh Pasal 21 yang dipotong Final :

 Lihat Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 462/KMK.04/1998 mengenai pemotongan pasal 21 yg bersifat Final.
1. Uang tebusan pensiun yang dibayar oleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan Tunjangan Hari Tua atau Tabungan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tanaga Kerja ;
  • Apabila penghasilan bruto tidak lebih dari Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) sebesar 10 % (sepuluh persen) dari Jumlah bruto ;
  • Apabila penghasilan bruto lebih dari Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) sebesar 15 % (lima belas persen) dari jumlah bruto.
  • Dikecualikan dari pemotongan Pajak Penghasilan apabila penghasilan bruto  jumlahnya Rp. 8.640.000,- (delapan juta enam ratus empat puluh ribu rupiah) atau kurang.
2. Uang Pesangon ;
  • Apabila penghasilan bruto tidak lebih dari Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) sebesar 10 % (sepuluh persen) dari jumlah bruto ;
  • Apabila penghasilan bruto lebih dari Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) sebesar 15 % (lima belas persen) dari jumlah bruto.
  • Dikecualikan dari pemotongan Pajak Penghasilan  apabila penghasilan bruto  jumlahnya Rp. 17.280.000,- (tujuh belas juta dua ratus delapan puluh ribu rupiah).
2. Penerima Hadiah atau Penghargaan Perlombaan
Dipotong Pajak Penghasilan sebesar 15 % (lima belas persen) dari jumlah bruto

3. Petugas Dinas Luar Asuransi dan Petugas Penjaja Barang yang menerima komisi
Atas komisi yang diterima diterapkan tarif sebesar 10%  dengan syarat petugas tersebut bukan pegawai tetap.

4. Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota ABRI, dan Pensiunan yang menerima Honorarium dan Imbalan lain yang dibebankan kepada Keuangan Negara/Daerah
  

Catatan kaki :
1. Neltje F.Katuuk, Seri Diktat Kuliah, Hukum Pajak dan Perpajakan
2. kerjasama penerbit Gunadarma- Chandra Pratama
3.  Neltje F.Katuuk, loc. cit.
 
Referensi Buku : Hukum Pajak dan Perpajakan ----> Neltje F. Katuuk ---> D. Suryadi H. S

Monday, November 4, 2013

Tugas 2 : Rangkuman

Rangkuman :

BAB 7 : Struktur Pengendalian Internal

            Struktur Pelaksanaan no.2 menyatakan :
“struktur pengendalian internal yang ada harus dipelajari dan dimengerti secukupnya guna merencanakan pemeriksaan dan menentukan sifat, waktu dan luasnya pengujian yang dilakukan.”
Fokus yang diutamakan adalah pentingnya struktur pengendalian internal dan elememen-elemennya yang ada di kesatuan usaha. Kemudian, bagi para akuntan pemeriksa yang penting adalah cara dan prosedur untuk memperoleh bukti yang cukup atas struktur pengendalian internal. Hal ini disebabkan bahwa struktur pengendalian internal merupakan bukti pemeriksaan.

Pentingnya pengendalian internal :
Pentingnya pengendalian internal bagi manajemen dan akuntan pemeriksa telah lama diakui dari berbagai literature, factor-faktor yang dipengaruhi oleh struktur pengendalian internal sebuah perusahaan meliputi :
1.      Luas dan ukuran entitas perusahaan yang sangat kompleks. Hal ini mengakibatkan manajeman harus percaya pada laporan-laporan serta analisis-analisis untuk operasi pengendalian yang efektif.
2.      Pengecekan dan penelahaan melekat pada SPI yang baik. Hal ini mempunyai arti bahwa SPI mampu mencegah kelemahan manusia dan mengurangi kemungkinan kesalahanb dan penyimpangan yang terjadi.
3.      SPI  dapat dipraktikan oleh akuntan pemeriksa untuk mengaudit perusahaan dengan biaya yang terbatas (tertentu)

Bagi perusahaan, SPI dapat digunakan lebih efektif untuk mencegah penggelapan atau penyimpangan. Dengan kata lain, memberikan kepastian bahwa penggelapan laporan keuangan dapat tercegah atau “subyek deteksi awal.”

Kandungan SPI :
Struktur pengendalian internal mempunyai kandungan yang meliputi kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur yang ditetapkan yang menyediakan kepastian bahwa sasaran entitas yang khusus akan dicapai.
Sasaran perusahaan dapat berupa susunan financial dan non financial, sebagai missal, sasaran financial berupa kekurangan dan ketetapan pelaporan keuangan kepada pemegang saham atau Bapepam. Sasaran financial yang khusus dapat berupa perbaikan kas masuk dan pendapatan per lembar saham. Sasaran financial meliputi pengendalian kualitas, pengembangan produk, penelitian pasar dll.
Kaitan dengan akuntan pemeriksa berkaitan dengan kebijakan dan prosedur sasaran financial. Istilah kebijakan adalah kerangka yang telah ditetapkan oleh manajemen untuk mencapai sasaran financial, sedangkan prosedur adalah langkah-langkah khusus yang harus diamati yang ada di dalam kebijakan.

            Elemen SPI :
I.                   Lingkungan Pengendalian
Faktor-faktor yang terkandung dalam lingkungan pengendalian :
a.     Philosopi manajemen menurunkan kunci yang ditetapkan untuk mengendalikan lingkungan dalam organisasi. Karakteristik philosofi menajemen dan gaya operasi yang berpengaruh besar terhadap lingkungan pengendalian adalah :
1.      Pendekatan untuk memantau risiko bisnis
2.      Penekakan pada pencapaian anggaran dan laba
3.      Sikap dan tindakan terhadap laporan keuangan
b.      Struktur Organisasi
Struktur organisasi mengkontribusikan pada lingkungan pengendalian yang baik. Struktur organisai sebuah perusahaan meliputi :
1.Bentuk dan sifat unit operasi, termasuk identifikasi fungsi-fungsi manajemen yang berhubungan dan pelaporan.
2. Penugasan tanggung jawab dan delegasi kekuasaan yang berada dalam unit organisasi.
c.       Komite Pemeriksa
Komite pemeriksa mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengatasi praktik pelaporan keuangan perusahaan. Komite pemeriksa juga membantu struktur keuangan dalam menyelesaikan fungsi pertanggung jawaban. Komite pemeriksa mempunyai hubungan yang langsung baik dengan pemeriksa eksternal maupun internal.
d.  Metode menetapkan wewenang dan pertanggung jawaban keberhasilan pengendalian dalam suatu organisasi tercapai jika pertanggung jawaban secara jelas ditetapkan dan komunikasinya.
e.       Metode Pengendalian Manajemen
Metode ini berhubungan dengan kemampuan manajemen mengawasi secara efektif aktivitas perusahaan. Kunci-kunci yang dilakukan oleh manajemen :
   
1.      Anggaran, anggaran mempunyai arti penetapan dan pengkomunikasian perencananan manajemen bagi seluruh kegiatan perusahaan.
2.  Pelaporan internal; sistem pelaporan internal yang efektif dari berbagai tingkatan manajemen menunjukkan lingkungan pengendalian yang sehat.
3. Pemeriksa internal; pemeriksa internal mengkontribusikan terhadap lingkungan pengendalian dengan membantu manajemen memonitor keefektifan dari pengendalian yang lain.

f.       Kebijakan dan Praktikan Karyawan yang cakap
Dasar yang paling pokok dalam lingkungan pengendalian adalah kecakapan dan kejujuran karyawan yang melaksanakan kebijakan dan praktik/prosedur.
g.      Pengaruh Eksternal
Keberhasilan pengendalian sebuah entitas sangat dipengaruhi oleh keberadaan atas pengawasan dan kepatuhan yang dibutuhkan dengan badan pembuat undang-undang(legislatif) dan undang-undangnya itu sendiri.

II.                Sistem Akuntansi
Sistem akuntansi didefinisikan sebagai elemen struktur pengendalian sebagai metode dan pencatatan yang ditetapkan untuk mengidentifikasikan, menganalisis, mengklasifikasi, mencatat dan melaporkan transaksi perusahaan serta mempertahankan tanggung jawab untuk tetap dipercayanya atasbaktiva dan hutang.

Sistem akuntansi yang efektif harus memenuhi :
1.      Mengidentifikasikan dan mencatat transaksi yang valid.
2.      Ketepatan waktu dalam pencatatan transaksi dan pengklasifikasiannnya dalam pelaporan keuangan.
3.      Pengukuran nilai transaksi dan mencatat dalam nilai yang tepat dalam laporan keuangan.
4.  Menunjukan perode transaksi tersebut terjadi dan mencatatnya dalam periode yang benar.
5.  Menyajikan secara tepat transaksi dan yang berhubungan dengan pengungkapannya dalam laporan keuangan.

Bukti transaksi harus ada, karena merupakan focus dari system akuntansi. Transaksi meliputi pertukaran aktiva dan jasa diantara kesatuan bisnis dengan pihak luar.
System akuntansi perusahaan seharusnya menyediakan/mempunyai kelengkapan transaksi atau “audit trail” untuk setiap transaksi. Audit trail adalah rantai penyediaan bukti dengan kode, perhitungan, dan dokumentasi yang dihubungkan dengan saldo dan hasil iktisar dari data keuangan asli.

III.             Pengendalian Prosedur
Prosedur pengendalian melengkapi struktur pengendalian internal. Prosedur pengendalian dapat diterapkan pada satu jenis transaksi, misalnya penjualan, prosedur pengendalian juga dapat diterapkan secara luas dan terintegrasi pada sistem akuntansi yang khusus. Klasifikasi dari prosedur pengendalian adalah :
a.       Prosedur otorisasi
Adalah untuk meyakinkan bahwa transaksi diotorisasi oleh manajemen sesuai dengan batas kekuasaannya. Otorisasi dapat bersifat umum maupun khusus. Bersifat umum dapat berupa penetapan harga produk, sedangkan bersifat khusus ditetapkan dari kasus per kasus.
b.      Pemisahan Tugas
Adalah pemisahan tanggung jawab untuk setiap transaksi, dengan demikian dapat tercipta pengecekan silang dalam setiap kerja dari beberapa karyawan
c.       Dokumen dan Catatan
Adalah bukti atas kejadian dari transaksi beserta harga, sifat, dan jangka waktu transaksi. Faktur, cek, kontrak, dan catatatan waktu kerja adalah merupakan dokumen. Yang terpenting bagi dokumen yaitu “penawaran”.
Catatan meliputi catatan gaji karyawan yang menunjukkan akuntansi pendapatan yang diterima karyawan. Catatan dapat berupa ikhtisar dari faktur penjualan dan cek.
d.      Pengendalian akses
Pengendalian akses sangat penting untuk menjaga aktiva.akses mempunyai dua dimensi : yaitu akses langsung memegang atau mengelola aktiva; akses tidak langsung melalui penyediaan atau pemrosesan dokumen, seperti order penjualan, voucher yang mengotorisasi untuk penggunaan aktiva.



            Konsep Dasar :
            Ada tiga konsep dasar berkenaan dengan struktur pengendalian internal, yaitu :
I.                   Tanggung Jawab Manajemen
Menetapkan dan mempertahankan struktur pengendalian internal adalah tanggung jawab manajemen, pengendalian khusus yang seharusnya dimasukkan di dalam tiga elemen struktur pengendalian untuk sebuah perusahaan tergantung pada ukuran perusahaan (besar atau kecilnya), karakteristik kepemilikan, kompleksitas operasi, dll. Tanggung jawab manajemen meliputi pengawasan struktur pengendalian internal yang sedang berjalan dan jika perlu memodifikasinya.

II.                Kewajaran
Manajemen bukan mencari tingkat absolut/mutlak, tetapi mencari tingkat yang “wajar”. Kata absolut yaitu :
1.  Kriteria manfaat biaya adalah titik kritis bagi manajemen untuk mengambil keputusan. Hubungan antara manfaat-biaya adalah merupakan etimasi atau judgement, bukan pengukuran secara absolut.
2.  Realisasi bahwa pengendalian tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap efisiensi dan profitabilitas.

III.             Keterbatasan
Struktur pengendalian internal mempunyai keterbatasan yang melekat padanya. Keterbatasan-keterbatasan tersebut adalah :
1.   Faktor manusia yang melakukan fungsi prosedur pengendalian keterbatasan ini hanya dapat diminimumkan dengan oleh orang dari dalam atau luar perusahaan yang independen.
2.      Pengendalian tidak mengarahkan pada seluruh transaksi.
Dapat ditambahkan bahwa pengendalian sifatnya dinamis bukan statis.

Identifikasi sasaran pengendalian
Struktur pengendalian internal perusahaan normalnya dirancang untuk :
1.        Menjamin dapat dipercayanya catatan keuangan.
2.        Menjaga aktiva.

Catatan keuangan menyediakan basis untuk menyusun laporan keuangan, baik internal maupun eksternal. Sasaran pengendalian dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1.        Validitas
                  Seluruh transaksi dicatat mewakili seluruh kejadian yang terjadi; tidak adanya yang                            terlewatkan.
2.        Kelengkapan
Transaksi yang valid yang harus dicatat.
3.        Keabsahan pencatatan
Transaksi yang detail telah termaktub secara akurat dari sumber dokumen dan pencatatan transaksi telah dinilai, dievaluasi, diklasifikasi, dicatat dan diposting tepat waktu.
4.        Penjagaan
Aktiva dapat dijaga dan diakses oleh pihak yang sesuai dengan otorisasi manajemen.
5.        Purna tanggungjawab
Saldo yang tercatat dari setiap aktiva dan hutang dibandingkan dengan wujud yang nyata dan setip aktiva dan hutang tersebut pada setiap internal waktu tertentu.

Mempelajari dan mengevaluasi elemen struktur pengendalian internal
Hasil atas mempelajari dan mengevaluasi SPI yang ada adalah dapat dimanfaatkannya untuk digunakan sebagai :
1.        Mengidentifikasikan bentuk-bentuk salah satu yang potensial dari laporan keuangan.
2.        Mengetahui faktor-faktor yang mempunyai pengaruh atas resiko laporan keuangan.
3.        Digunakan untuk merencanakan pengujian substantive.

I.                   Mengevaluasi lingkungan pengendalian
Akuntan pemeriksa mempelajari dan mengevaluasi lingkungan pengendalian untuk mengevaluasi sikap, kesadaran dan tindakan manajemen dan komite pemeriksaan yang berhubungan dengan pentingnya pengendalian dan tekanan dalam perusahaan. Dalam melakukan evaluasi, akuntan pemeriksa harus mengakui bahwa yang lebih penting adalah transaksi bukan kualitas legal. Mempelajari dan mengevaluasi struktur pengendalian internal adalah penting sebagai dasar dalam perencanaan pemeriksaan.

II.                Mengevaluasi sistem akuntansi
Mempelajari dan mengevaluasi sistem akuntansi, meliputi :
1.        Transaksi-transaksi yang pokok didalam perusahaan.
2.   Catatan akuntansi, dokumen pendukung, rekening khusus dalam laporan keuangan, termasuk didalamnya proses dan pelaporan transaksi.
3.        Pemrosesan data akuntansi yang meliputi penggunaan computer untuk pemrosesan data.
4.  Proses dalam penyusunan laporan keuangan untuk menyediakanlaporan keuangan. Termasuk etimasi akuntansi yang signifikan.

III.             Mengevaluasi Prosedur Pengendalian
Struktur pemeriksa normalnya memperoleh pengetahuan tentang prosedur pengendalian khusus yang berhubungan dengan lingkungan pengendalian dan sistem akuntansi. Pada umumnya mempelajari dan mengevaluasi prosedur pengendalian yang berhubungan dengan laporan keuangan tidak diperlukan dalam perencanaan pemeriksaan. Bagaimanapun juga, hal ini diperlukan bagi akuntan pemeriksa untuk mengetahui kunci pengendalian yang berkenaan dengan rekening atau transaksi yang mempunyai tingkat resiko sangat tinggi.

IV.             Prosedur Untuk Memperoleh
Mempelajari dan mengevaluasikan struktur pengendalian internal perusahaan diperoleh dengan cara :
1.        Menganggap pengalaman tahun yang lalu dan pemeriksaan klien
2.        Mewawancarai manajemen dan supervisor dan staf
3.        Menelah dokumen dan catatan seperti akuntansi dan prosedur penelitian
4.        Mengamati aktivitas dan operasi perusahaan.

V.                Dokumen yang digunakan
Dokumen yang digunakan oleh akuntan pemeriksa untuk mempelajari dan mengevaluasi struktur pengendalian internal adalah kertas kerja. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan questioner,flowchart, dan naratif memo. Kerja bentuk dokumen tersebut selalu ada dan selalu digunakan oleh perusahaan-perusahaan dalam operasi dan aktivitasnya. 



Referensi Buku :
Abdul Halim, Universitas Gunadarma