PEREKONOMIAN INDONESIA SEBELUM ORDE
BARU
Oleh :
1.
Aprinsa Leonita (21211030)
2.
Deby Debora Sianipar (21211790)
3.
Merry Cristyn Rossarya (24211439)
4.
Nindy Kusuma E (25211182)
Kelas : 1EB25
UNIVERSITAS GUNADARMA
2012
Kata
Pengantar
Puji dan
syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa , yang telah mengkaruniakan segalanya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Perekonomian Indonesia ini
dengan ruang lingkup pembahasan tentang “Perekonomian
Indonesia di Era sebelum orde baru”. Adapun tujuan dibuatnya tugas makalah
ini adalah agar mahasiswa mengetahui tentang sejarah perekonomian Indonesia di
orde lama.
Banyak
kesulitan dan hambatan yang penulis hadapi dalam membuat tugas makalah ini.
Dengan adanya dorongan , bimbingan , dan bantuan dari semua pihak sehingga
penulis mampu memyelesaikan tugas makalah ini. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih banyak yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini , semoga bantuannya mendapat
balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materi-nya. Kritik dan Saran dari pembaca sangat penulis
harapkan untuk penyempurnaan makalah ini selanjutnya.
Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar
...............................................................................................
i
Daftar Isi
.........................................................................................................ii
Bab I. Pendahuluan
.......................................................................................
Bab II. Pembahasan (Isi)
................................................................................
Bab III. Penutup (Kesimpulan)
......................................................................
Daftar Pustaka
..............................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah
akhirnya pemerintah Belanda mengakui secara resmi kemerdekaan Indonesia ,
selama dekade 1950-an hingga pertengahan tahun 1965 Indonesia dilanda gejolak
politik di dalam negeri dan beberapa pemberontakan di sejumlah daerah seperti
di Sumatera dan Sulawesi. Akibatnya selama pemerintahan Orde Lama , keadaan
perekonomian Indonesia sangat buruk.
Selain laju pertumbuhan ekonomi yang
menurun terus sejak tahun 1958 , dari tahun ke tahun defisit saldo neraca
pembayaran (BoP) dan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
terus membesar. Selain itu selama periode Orde Lama , kegiatan produksi di
sekitar sektor pertanian dan sektor industri manufaktur berada pada tingkat
yang sangat rendah karena keterbatasan kapasitas produksi dan infrastruktur
pendukung , baik fisik maupun non-fisik seperti pendanaan dari bank. Rendahnya
volume produksi dari sisi suplai dan tingginya permintaan akibat terlalu
banyaknya uang beredar di masyarakat.
Dengan demikian dapat disimpulkan ,
bahwa buruknya perekonomian Indonesia selama pemerintahan Orde Lama (terutama)
di sebabkan oleh hancurnya infrastruktur ekonomi fisik maupun non fisik selama
penduduk Jepang , Perang Dunia II , dan perang revolusi , serta gejolak politik
di dalam negeri (termasuk sejumlah pemberontakan di daerah) di tambah lagi
dengan manajemen ekonomi makro yang sangat buruk selama rezim tersebut.
Dilihat
dari aspek politiknya selama periode Orde Lama Indonesia pernah mengalami
sistem politik yang sangat demokrasi , yaitu : pada periode 1950-1959 , sebelum
diganti dengan periode demokrasi terpimpin. Akan tetapi sejarah Indonesia
menunjukkan bahwa system politik demokrasi tersebut ternyata menyebabkan
kehancuran politik dan perekonomian nasional. Akibat terlalu banyaknya partai
politik yang ada dan semuanya ingin berkuasa , sering terjadi konflik antar
partai politik. Konflik politik tersebut berkepanjangan sehingga tidak member
sedikitpun kesempatan untuk membentuk suatu kabinet pemerintah yang solid untuk dapat bertahan hingga
pemilihan umum berikutnya.
B. Rumusan masalah
1.
Bagaimana sejarah
Perekonomian Indonesia di era sebelum orde baru?
2.
Apa isi Undang-Undang
1945 pasal 33?
3.
Bagaimana keadaan
perekonomian pada saat itu?
C. Tujuan
1.
Menjelaskan sejarah
perekonomian Indonesia di era sebelum orde baru.
2.
Menjelaskan keadaan
perekonomian pada saat pemerintahan bapak Soekarno.
BAB II : ISI
Sejarah Ekonomi Indonesia
A.
Pemerintahan Orde Lama
Pada
tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Namun
demikian , tidak berarti dalam praktiknya Indonesia sudah bebas dari Belanda
dan bisa memberi perhatian sepenuhnya pada pembangunan ekonomi. Hingga
menjelang akhir 1940-an , Indonesia masih menghadapi dua peperangan besar
dengan Belanda , yaitu pada aksi Polisi I dan II. Setelah akhirnya pemerintah
Belanda mengakui secara resmi kemerdekaan Indonesia , selama dekade 1950-an
hingga pertengahan tahun 1965 Indonesia dilanda gejolak politik di dalam negeri
dan beberapa pemberontakan di sejumlah daerah seperti di Sumatera dan Sulawesi.
Akibatnya , selama pemerintahan Orde Lama , keadaan perekonomian Indonesia
sangat buruk : walaupun sempat mengalami pertumbuhan dengan laju rata-rata per
tahun 7% selama dekade 1950-an , dan setelah itu turun drastis menjadi
rata-rata per tahun hanya 1,9% atau bahkan nyaris mengalami stagflasi selama tahun
1965-1966. Tahun 1965 dan 1966 laju pertumbuhan ekonomi atau produk domestik
bruto (PDB) masing-masing hanya sekitar 0,5% dan 0,6%.
Selain laju
pertumbuhan ekonomi yang menurun terus sejak tahun 1958 , dari tahun ke tahun
defisit saldo neraca pembayaran (BoP) dan defisit Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) terus membesar. Misalnya , APBN berdasarkan data yang
dihimpun oleh Mas’oed (1989) , jumlah pendapatan pemerintah rata-rata per tahun
selama periode 1955-1965 sekitar 151 juta rupiah (disebut rupiah “baru”) ,
sedangkan besarnya pengeluaran pemerintah rata-rata per tahun selama periode
yang sama 359 juta rupiah , atau lebih dari 100 persen lebih besar dari
rata-rata pendapatannya. Jika pada tahun 1955 defisitnya baru 2 juta rupiah , maka
pada tahun 1965 sudah mencapai lebih dari 1 miliar rupiah. Berarti suatu
kenaikan yang sangat signifikan selama jangka waktu tersebut. Jika pada tahun
1955 defisit anggarannya baru sekitar 14 persen dari jumlah pendapatan
pemerintah pada tahun yang sama , maka pada tahun 1965 defisitnya sudah hampir
200 persen dari besarnya pendapatan pada tahun yang sama.
Selain itu
selama periode Orde Lama , kegiatan produksi di sekitar sektor pertanian dan
sektor industri manufaktur berada pada tingkat yang sangat rendah karena keterbatasan
kapasitas produksi dan infrastruktur pendukung , baik fisik maupun non-fisik
seperti pendanaan dari bank. Rendahnya volume produksi dari sisi suplai dan
tingginya permintaan akibat terlalu banyaknya uang beredar di masyarakat , mengakibatkan
tingginya inflasi yang sempat mencapai lebih dari 300 persen menjelang akhir
periode Orde Lama. Hal ini didasarkan data yang dihimpun oleh Arndt (1994) ,
indeks harga pada thun 1955 sebesar 135(1954=100) dengan jumlah uang beredar di
masyarakat pada tahun yang sama tercatat sebanyak 12,20 juta rupiah , dan pada
tahun 1966 indeks harga sudah mencapai di atas 150.000 dengan jumlah uang
beredar di atas 5 miliar rupiah. Memang pada masa pemerintahan Soekarno ,
selain manajemen moneter yang buruk , banyaknya rupiah yang dicetak disebabkan
oleh kebutuhan pada saat itu untuk membiayai dua peperangan , yaitu merebut
Irian Barat dan pertikaian dengan Malaysia dan Inggris , di tambah lagi
kebutuhan untuk membiayai penumpasan sejumlah pemberontakan di beberapa daerah
di dalam negeri.
Dengan
demikian dapat disimpulkan , bahwa buruknya perekonomian Indonesia selama
pemerintahan Orde Lama (terutama) di sebabkan oleh hancurnya infrastruktur ekonomi
fisik maupun non fisik selama penduduk Jepang , Perang Dunia II , dan perang
revolusi , serta gejolak politik di dalam negeri (termasuk sejumlah
pemberontakan di daerah) di tambah lagi dengan manajemen ekonomi makro yang
sangat buruk selama rezim tersebut. Dapat dimengerti bahwa dalam kondisi
politik dan sosial dalam negeri seperti ini , sangat sulit bagi pemerintah
untuk mengatur roda perekonomian dengan baik.
Kebijakan
ekonomi paling penting yang dilakukan Kabinet Hatta adalah reformasi moneter
melalui devaluasi mata uang nasional , yang pada saat itu masih gulden dan pemotongan
uang sebesar 50 persen atas semua uang kertas yang beredar pada bulan maret
1950 yang dikeluarkan oleh De Javasche Bank yang bernilai nominal lebih dari
2,50 gulden Indonesia. Pada masa
kabinet Natsir (kabinet pertama dalam negara kesatuan Republik Indonesia) ,
untuk pertama kalinya dirumuskan suatu perencanaan pembangunan ekonomi , yang
disebut Rencana Urgensi Perekonomian (RUP). RUP ini digunakan oleh kabinet
berikutnya merumuskan rencana pembangunan ekonomi masa Kabinet Sukiman
,kebijakan-kebijakan penting yang diambil adalah antara lain : nasionalisasi De
Javasche Bank menjadi Bank Indonesia (BI) dan penghapusan system kurs berganda.
Pada masa Kabinet Wilopo , langkah-langkah konkret yang di ambil untuk
memulihkan perekonomian Indonesia saat itu di antaranya : untuk pertama kali
memperkenalkan konsep anggaran berimbang dalam keuangan pemerintah (APBN) ,
memperketat impor , melakukan “rasionalisasi” angkatan bersenjata melalui
modernisasi dan pengurangan jumlah personil , dan penghematan pengeluaran
pemerintah. Pada masa Kabinet Ali I hanya dua langkah konkret yang dilakukan
dalam bidang ekonomi walaupun kurang berhasil , yaitu : pembatasan impor dan
kebijakan uang ketat selama Kabinet Burhanuddin. Tindakan-tindakan ekonomi
penting yang dilakukan termasuk diantaranya adalah liberalisasi impor ,
kebijakan uang ketat untuk menekan laju uang beredar , dan penyempurnaan
program benteng , mengeluarkan kebijakan yang memperbolehkan modal (investasi)
asing masuk ke Indonesia , pemberi bantuan khusus kepada pengusaha-pengusaha
pribumi , dan pembatalan (secara sepihak) Persetujuan Konferensi Meja Bundar
sebagai usaha untuk menghilangkan sistem ekonomi kolonial atau menghapus
dominasi perusahaan-perusahaan Belanda dalam perekonomian Indonesia.
Dilihat
dari aspek politiknya selama periode Orde Lama Indonesia pernah mengalami
sistem politik yang sangat demokrasi , yaitu : pada periode 1950-1959 , sebelum
diganti dengan periode demokrasi terpimpin. Akan tetapi sejarah Indonesia
menunjukkan bahwa system politik demokrasi tersebut ternyata menyebabkan
kehancuran politik dan perekonomian nasional. Akibat terlalu banyaknya partai
politik yang ada dan semuanya ingin berkuasa , sering terjadi konflik antar
partai politik. Konflik politik tersebut berkepanjangan sehingga tidak member
sedikitpun kesempatan untuk membentuk suatu kabinet pemerintah yang solid untuk dapat bertahan hingga
pemilihan umum berikutnya.
Seperti
yang telah diuraikan di atas , pada masa politik demokrasi itu (demokrasi
parlemen) , tercatat dalam sejarah bahwa rata-rata umur setiap kabinet hanya 1
tahun saja. Waktu yang sangat pendek ini disertai dengan banyaknya keributan
internal di dalam kabinet tentu tidak memberi kesempatan maupun waktu yang
tenang bagi pemerintah yang berkuasa untuk memikirkan bersama masalah-masalah
sosial dan ekonomi yanf ada pada saat itu apalagi untuk menyusun suatu program
pembangunan dan melaksanakannya.
Selama
periode 1950-an , struktur ekonomi Indonesia masih merupakan peninggalan zaman
kolonialisasi. Sektor formal/modern seperti pertambangan , distribusi ,
transportasi , bank , dan pertanian komersil yang memiliki konstribusi lebih
besar dari pada sektor informal/tradisional terhadap output nasional atau PDB yang didominasi oleh perusahaan-perusahaan
asing yang kebanyakan berorientasi ekspor. Pada umumnya kegiatan-kegiatan
ekonomi yang masih dikuasai oleh pengusaha asing tersebut relatif lebih padat
capital , dibandingkan kegiatan-kegiatan ekonomi yang didominasi oleh pengusaha
pribumi dan perusahaan-perusahaan asing yang berlokasi di kota-kota besar
seperti : Jakarta dan Surabaya.
Boeke(1954) menyebutkan istilah struktur
ekonomi seperti yang digambarkan diatas sebagai dual societies, yaitu salah
satu karakteristik utama dari negara-negara berkembang yang merupakan warisan
kolonialisasi. Dualisme dalam suatu ekonomi dapat terjadi karena biasanya pada
masa penjajahan pemerintahan yang bekuasa menerapkan diskriminasi dalam
kebijakan-kebijakannya baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung.
Diskriminasi sengaja diterapkan untuk membuat perbedaan dalam kesempatan
melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi tertentu antara penduduk asli dan
orang-orang non-pribumi atau non-lokal.
Keadaan
ekonomi Indonesia terutama setelah dilakukan nasionalisasi terhadap semua
perusahaan asing Belanda menjadi lebih buruk dibandingkan keadaan ekonomi
semasa penjajahan Belanda. Ditambah lagi dengan peningkatan inflasi yang sangat
tinggi pada dekade 1950-an. Pada masa pemerintahan Belanda, Indonesia memiliki
laju pertumbuhan ekonomi yang cukup baik, dengan tingkat inflasi yang sangat
rendah dan stabil, terutama karena tingkat upah buruh dan komponen-komponen
lainnya dari biaya produksi yang juga rendah, serta tingkat efisiensi yang
tinggi disektor pertanian (termasuk perkebunan), dan nilai mata uang yang
stabil (Alien dan Donnithorne, 1957).
Selain
kondisi politik didalam negeri yang tidak mendukung, buruknya perekonomian
Indonesia pada masa pemerintahan orde lama juga disebabkan oleh keterbatasan
akan faktor-faktor produksi, seperti orang-orang dengan tingkat kewirausahaan
dan kapabilitas manajemen yang tinggi, tenaga kerja dengan pendidikan/keterampilan
yang tinggi, dana (khususnya untuk membangun infrastruktur yang sangat
dibutuhkan oleh industry), teknologi, dan kemampuan pemerintah sendiri untuk
menyusun rencana dan strategi pembangunan yang baik. Menurut pengamatan
(1957a,b), sejak kabinet pertama dibentuk setelah merdeka, pemerintahan
Indonesia memberikan prioritas pertama terhadap stabilisasi dan pertumbuhan
ekonomi, pembangunan industry, unifikasi, dan rekonstruksi. Akan tetapi, akibat
keterbatasan akan faktor-faktor tersebut diatas dan dipersulit lagi oleh
kekacauan politik nasional pada masa itu, akhirnya pembangunan atau bahkan
rekonstruksi ekonomi Indonesia setelah perang revolusi tidak pernah terlaksana
dengan baik.
Buruknya
kondisi perekonomian bisa dibaca dibuku karya Radius Prawiro berjudul
“Pergulatan Indonesia Membangun Ekonomi”, yang dibahas oleh Gero (2010). Buku
ini berisi tentang pengalaman pribadi Bapak Radius sewaktu menjabat sebagai
Gubernur Bank Indonesia ( waktu itu disebut Bank Sentral) untuk periode
1966-1973. Didalam buku tersebut dijelaskan, bahwa inflasi pada tahun 1966
mencapai 650 persen, rupiah terus dicetak, sementara produksi berbagai produk
terus merosot. Radius menulis, seperti yang bisa dikutip dari Gero (2010:21),
kebijakan “berdikari” alias berdiri atas kaki sendiri yang dikampanyekan
Presiden Soekarno membuat semua impor produk pangan dan barang distop. Impor
beras dilarang pada Agustus 1964, membuat kondisi persediaan pangan nasional
yang sudah sulit semakin pelik. Cadangan devisa dan emas terus menipis dari
408,9 juta dollar AS (1960-1965) menjadi minus 4,5 juta dolar AS… Pendapatan
perkapita dari 107 juta rakyat Indonesia, saat itu hanya 60 dolar AS. Kurs
rupiah merosot dari Rp 186,67 per dolar AS (tahun 1961) menjadi Rp 14.083 per
dolar AS (tahun 1965). Defisit anggaran diatas 140 persen.
Pada akhir
September 1965 ketidakstabilan politik di Indonesia mencapai puncaknya dengan
terjadinya kudeta yang gagal dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Sejak
peristiwa berdarah tersebut terjadi suatu perubahan politik yang drastis di
dalam negeri , yang selanjutnya juga merubah sistem ekonomi yang dianut
Indonesia pada masa Orde Lama , yaitu dari pemikiran-pemikiran sosialis ke
semikapitalis (kalau tidak dapat dikatakan ke sistem kapitalis sepenuhnya).
Sebenarnya perekonomian Indonesia menurut Undang-Undang 1945 pasal 33 menganut
suatu sistem yang dilandasi oleh prinsip-prinsip kebersamaan atau koperasi
berdasarkan ideologi Pancasila. Akan tetapi , dalam praktik sehari-hari pada
masa pemerintahan Orde Baru dan hingga saat ini pola perekonomian nasional
cenderung memihak sistem kapitalis seperti di Amerika Serikat (AS) atau
negara-negara industri maju lainnya , yang Karena pelaksanaannya tidak baik
mengakibatkan munculnya kesenjangan ekonomi di tanah air yang terasa saat ini
semakin besar ; pertama setelah krisis ekonomi.
Bab
III.Penutup
A. Kesimpulan
Bahwa
buruknya perekonomian Indonesia selama pemerintahan Orde Lama (terutama) di
sebabkan oleh hancurnya infrastruktur ekonomi fisik maupun non fisik selama
penduduk Jepang , Perang Dunia II , dan perang revolusi , serta gejolak politik
di dalam negeri (termasuk sejumlah pemberontakan di daerah) di tambah lagi
dengan manajemen ekonomi makro yang sangat buruk selama rezim tersebut. Dapat
dimengerti bahwa dalam kondisi politik dan sosial dalam negeri seperti ini ,
sangat sulit bagi pemerintah untuk mengatur roda perekonomian dengan baik.
B. Saran
Saran yang saya dapat berikan dalam perekonomian orde lama
untuk pemerintah lebih menanggapi kasus penggelapan uang atau korupsi yang
biasanya ada di orde ini, merubah infrastruktur pemerintah dan anggotanya dan
sistem ekonomi yang terbuka.
Daftar
Pustaka :
·
Prof.Dr.Tulus T.H. Tambunan , Kajian Teoretis dan
Analisis Empiris , Galia Indonesia : Jakarta.
No comments:
Post a Comment